BAB
I
1.1
Hakikat Mata Kuliah Etika dan Bisnis
Hakikat etika bisnis yaitu menganalisis atas
asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral.
Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas
etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem
ekonomi yang umum dan khusus.
1.2
Definisi Etika dan Bisnis
1.2.1
Pengertian Etika
Etika menurut Gray (1994:9) merupakan nilai-nilai tingkah
laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima oleh suatu golongan tertentu
atau individu.
1.2.2
Pengertian Bisnis
Bisnis adalah kegiatan manusia dalam mengorganisasikan
sumberdaya untuk menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa guna
memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat.
1.3 Etika Moral Hukum dan Agama
1.3.1
Etika dan Moral
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya
dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri. Jadi etika lebih berkaitan dengan kepatuhan, sementara moral lebih
berkaitan dengan tindak kejahatan.
1.3.2
Etika dan Hukum
Banyak sekali standar perilaku yang sudah disepakati oleh
masyarakat yang tidak tercakup dalam hukum, namun sebagian juga belum tercakup
di dalam hukum, seperti contoh kasus di dalam masyarakat yang dianggap
melanggar etika tetapi dalam hukum itu tidak melanggar, sepanjang tidak ada
aturan yang tertulis bahwa tindakan tersebut adalah melanggar hukum.
1.3.3
Etika dan Agama
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup
membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Pada
dasarnya agama memberikan ajaran moral untuk menjadi pegangan bagi para
perilaku para penganutnya.
1.4 Klasifikasi
Etika
1.4.1
Etika Deontologi
Istilah deontologi berasal
dari kata Yunani deon yang berarti
kewajiban atau sesuai dengan prosedur dan logos
yang berarti ilmu atau teori. Menurut teori ini beberapa prinsip moral itu
bersifat mengikat betapapun akibatnya. Etika ini menekankan kewajiban manusia
untuk bertindak secara baik.
1.4.2
Etika Teleologi
Istilah teleologi
berasal dari kata Yunani telos yang
berarti tujuan, sasaran atau hasil dan logos
yang berarti ilmu atau teori. Etika ini mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan
konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
1.4.3
Etika Hak
Etika Hak memberi bekal kepada pebisnis untuk
mengevaluasi apakah tindakan, perbuatan dan kebijakan bisnisnya telah tergolong
baik atau buruk dengan menggunakan kaidah hak seseorang. Hak seseorang sebagai
manusia tidak dapat dikorbankan oleh orang lain apa statusnya.
1.4.4
Etika Keutamaan
Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu
tindakan, tidak mendasarkan penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral
universal seperti kedua teori sebelumnya. Etika ini lebih mengutamakan pembangunan
karakter moral pada diri setiap orang.
1.5
Konsep Etika
Secara etomologi kata etika berasal dari bahasa Yunani
yang dalam bentuk tunggal yaitu ethos dan
dalam bentuk jamaknya yaitu ta etha.
“Ethos” yang berarti sikap, cara
berfikir, watak kesusilaan atau adat. Kata ini identik dengan perkataan moral
yang berasal dari kata latin “mos”
yang dalam bentuk jamaknya Mores yang
berarti juga adat atau cara hidup. Kata Mores
ini mempunyai sinonim; mos, moris,
manner mores atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral
berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau
tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
BAB
II
2.1 Prinsip
Otonomi
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya
terbaik,karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam
etika,kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis,walaupun kebebasan
belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis. Prinsip
otonomi adalah tanggungjawab,karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas
dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap
baik,otonom juga harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya
(di sinilah dimungkinkan adanya pertimbangan moral)
2.2
Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran,
karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra
bisnisnya, baik berupa kepercayaan komersial,material, maupun moril. Kejujuran
menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan
bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
1.
Kejujuran
relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
2.
Kejujuran
relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik.
3.
Kejujuran
relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu antara pemberi
kerja dan pekerja, dan berkaitan dengan kepercayaan
2.3
Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan
secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif
dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang
dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu terori mengenai keadilan yang
dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
1.
Keadilan
legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompokan masyarakat
dengan negara.
2.
Keadilan
komunikatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu
dan yang lain.
3.
Keadilan
distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang
merata atau dianggap adil bagi semua warga negara.
2.4 Hormat
pada Diri Sendiri
Pinsip
hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang
dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis
tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun
jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu
masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang
tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang
bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan
terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang
berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.5
Hak dan Kewajiban
Setiap karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan memiliki
kewajiban-kewajiban sebagai berikut : kewajiban dalam mencari mitra (rekanan)
bisnis yang cocok yang bisa diajak untuk bekerjasama, saling menguntungkan
diantara kedua belah pihak dalam pencapaian tujuan yang telah disepakati
bersama demi kemajuan perusahaan, menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang
terwujud dalam perilaku dan sikap dari setiap karyawan terhadap mitra
bisnisnya, bila tujuan dalam perusahaan ini tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada setidaknya karyawan-karyawan tersebut telah melaksanakan kegiatan bisnisnya
dengan suatu tindakan yang baik. Lalu bagian SDM perusahaan akan mencoba untuk
menganalisis sebab timbulnya bisnis tidak sesuai dengan tujuan perusahaan, dan
menemukan dimana terjadinya letak kesalahan serta mencari solusi yang tepat
untuk menindak lanjuti kembali agar bisnis yang dijalankan dapat meningkat
secara pesat seiring perkembangan waktu.
Bukan
hanya kewajiban saja yang harus dijalankan, hak etika bisnispun juga sangat
diperlukan, diantaranya : Hak untuk mendapatkan mitra (kolega) bisnis antar
perusahan, hak untuk mendapatkan perlindungan bisnis, hak untuk memperoleh
keuntungan bisnis, dan hak untuk memperoleh rasa aman dalam berbisnis. Selain
itu dalam berbisnis setiap karyawan dalam suatu perusahaan juga dapat
mementingkan hal-hal yang lebih utama, seperti : kepercayaan, keterbukaan,
kejujuran, keberanian, keramahan, dan sifat pekerja keras agar terjalinnya
bisnis yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak bisnis tersebut.
2.6 Teori Etika dan Lingkungan
2.6.1 Ekosentrisme
Merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan
biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena
terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang
antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia.
Keduanya memperluas keberlakuan etika untukmencakup komunitas yang lebih luas.
2.6.2
Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang
memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan
kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan
dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung
atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya
manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain
di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang
dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai
obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam
hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada
dirinya sendiri.
2.6.3 Biosentrisme
Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang
hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme,
pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya
(ekosentrism). Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih
menekankan kehidupan sebagai standar moral Sehingga bukan hanya manusia dan
binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut
Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan
atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti
bertumbuh dan bereproduksi.
2.6 Prinsip Etika dilingkungan Hidup
Keraf (2005) memberikan minimal ada sembilan prinsip dalam
etika lingkungan hidup :
1.
Sikap hormat terhadap alam atau respect
for nature alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan
manusia tergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan ontologis bahwa
manusia adalah bagian integral dari alam.
2.
Prinsip tanggung jawab atau moral responsibility
for nature prinsip tanggung jawab bersama ini, setiap orang dituntut dan
terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik
bersama dengan cara memiliki yang tinggi seakan milik pribadinya
3.
Solidaritas kosmis atau cosmic solidarity
solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk
menyelamatkan semua kehidupan di alam.
4.
Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature
Prinsip
kasih sayang dan kepedulian terhadap alam merupakan prinsip moral, yang artinya
tanpa mengharapkan balasan
5.
Prinsip tidak merugikan atau no harm
merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu,. tidak perlu
melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup
lainnya.
6.
Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam prinsip ini menekankan pada
nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material.
7.
Prinsip keadilan prinsip keadilan lebih diekankan pada bagaimana manusia harus
berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan
bagaimana sistem sosial harus diatur.
8. Prinsip demokrasi alam semesta
sangat beraneka ragam. demokrasi memberi tempas yang seluas – luasnya bagi
perbedaan, keanekaragaman, dan pluralitaas. oleh karena itu orang yang peduli
terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis.
9. Prinsip integritas moral prinsip
ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku terhormat serta
memegang teguh prinsip – prinsip moral yang mengamankan kepentingan public.
BAB III
3.1 Imoral
Manajemen
Immoral manajemen
merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip
etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali
tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal
organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku
bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan
dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri
sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
3.2 Amoral Manajemen
Tingkatan
kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral
manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen
seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada
dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak
sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para
manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang
diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada
pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan
apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum.
3.3
Moral Manajemen
Tingkatan
tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah
moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan
aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan
prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam
tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang
dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang
berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka
patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi
dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum.
3.4
Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
3.4.1 Agama
Bermula
dari buku Max Weber The Protestant Ethic
and Spirit of Capitalism (1904)
menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan
etika kerja, atau anatara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi.
Etika
sebagai ajaran baik-buruk, salah-benar, atau ajaran tentang moral khususnya
dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran
agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk
pada kitab Injil (Bibble), dan etika
ekonomi yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam
termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.
3.4.2 Filosofi
Salah
satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan
oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber
dari ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan
berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang
menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para
filsuf-filsuf saat ini.
3.4.3 Budaya
Setiap
transisi budaya antara satu generasi ke generasi berikutnya mewujudkan
nilai-nilai, aturan baru serta standar-standar yang kemudian akan diterima
dalam komunitas tersebut, selanjutnya akan terwujud dalam perilaku. Artinya
orang akan mencoba mendekatkan dirinya atau beradaptasi dengan perkembangan
nilai-nilai yang ada dalam komunitas tersebut, dimana nilai-nilai itu tidak
lain adalah budaya yang hadir karna adanya budaya pengetahuan manusia dalam
upayanya untuk menginterpentasikan lingkungannya sehingga bisa hidup.
3.4.4
Hukum
Hukum
adalah perangkat aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka untuk
menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan
ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba
mengatur serta mendorong pada perbaikan masalah-masalah yang dipandang buruk
atau tidak baik dalam komunitas. Sebenarnya bila kita berharap bahwa dengan
hokum dapat mengantisipasi semua tindakan pelanggaran sudah pasti ini menjadi
suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran yang
terjadi dalam komunitas.
3.5 Leadership
Satu
hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang
pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang
senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis
sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika
yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan
spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan
yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis
memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin
sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong
karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas
karyawan teraktualisasi.
3.6 Strategi dan
Performasi
Fungsi
yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi
tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan
perusahaanterutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya
berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan
besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan
standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut
excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna
mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
3.7 Karakter Individu
Perjalanan
hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam
menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu
ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja
atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Semua kualitas individu nantinya
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan
kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam
bentuk perilaku.
3.8 Budaya Organisasi
Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem
makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi
oleh organisasi. Asal muasal nudaya organisasi bersumber dari pendirinya karena
pendiri dari organisasi tersebut memiliki pengaruh besar akan budaya awal
organsiasi baik dalam hal kebiasaan atau ideologi. Contohnya misi yang dapat ia
paksakan pada seluruh anggota organisasi. Dimana hal ini dilakukan dengan
pertama merekrut dan mempertahankan anggota yang sepaham. Kedua, melakukan
indokrinasi dan mensosialisasikan cara pikir dan berperilaku kepada karyawan.
Lalu yang terakhir adalah pendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong
anggota untuk mengidentifikasi diri, dan jika organisasi mengalami kemajuan
maka organisasi akan mencapai kesuksesan, visi, dan pendiri akan dilihat
sebagai faktor penentu utama keberhasilan.
BAB IV
4.1 Pasar dan
Perlindungan Konsumen
4.1.1 Pasar
Pasar
adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual
beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya
bukan tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau
jual beli. Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang
untuk membayar harganya. Stanton, mengemukakan pengertian pasar yang lebih
luas.
Pasar
memiliki sekurang-kurangnya tiga fungsi utama, yaitu fungsi distribusi,
fungsi pembentukan harga, dan fungsi promosi. Sebagai fungsi
distribusi, pasar berperan sebagai penyalur barang dan jasa dari produsen ke
konsumen melalui transaksi jual beli. Sebagai fungsi pembentukan harga, di
pasar penjual yang melakukan permintaan atas barang yang dibutuhkan. Sebagai
fungsi promosi, pasar juga dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru
dari produsen kepada calon konsumennya.
4.1.2 Perlindungan
Konsumen
Perlindungan
konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan
menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
4.2 Etika Iklan
Etika
adalah Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (KBBI). Etika iklan berguna untuk membuat konsumen tertarik,
iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima
oleh target tertentu (langsung).
4.3 Privasi Konsumen
Teknologi
komunikasi selalu berkembang mengikuti apa yang diinginkan oleh manusia.
Informasi dan pesan yang disampaikan semakin beragam. Cara- cara penyampaiannya
semakin beragam pula. Untuk membuat semua hal tersebut tetap berada di koridor
yang tepat, butuh suatu peraturan yang menjadi landasannya.
4.4 Multimedia Etika
Bisnis
Pada
awalnya multimedia hanya mencakup media yang menjadi konsumsi indra penglihatan
(gambar diam, teks, gambar gerak video, dan gambar gerak rekaan/animasi), dan
konsumsi indra pendengaran (suara)
4.5 Etika Produksi
Sebelum
kita membahas etika dalam produksi lebih baik sayan akan jelaskan makna dari
produksi. Produksi adalah menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia
terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan” Atau bila kita artikan secara
konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna
suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada sehingga dalam
berproduksi kita pun harus mempunyai etika yang dapat melindungi konsumen dan
menguntungkan produsen.
4.6 Pemanfaatan SDM
Dalam
pengertian sehari-hari, Sumber Daya Manusia (SDM) lebih dimengerti sebagai
bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu,
dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan
industri dan organisasi. Dalam pemanfaatan SDM, permasalahan yang masih
dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
Kualitas
SDM yang sebagian besar masih rendah atau kurang siap memasuki duniakerja atau
dunia usaha.
Terbatasnya
jumlah lapangan
Jumlah
angka pengangguran yang cukup tinggi.
Dalam
pemanfaatan sumber daya tersebut maka solusinya adalah dengan
melaksanakan program pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memiliki
keahlian yang sesuai dengan lapangan yang tersedia, pembukaan
investasi-investasi baru, melakukan program padat karya, serta memberikan
penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan
pekerjaan. Keberhasilan upaya tersebut di atas, pada akhirnya diharapkan dapat
menciptakan basis dan ketahanan perekonomian rakyat yang kuat dalam menghadapi
persaingan global baik di dalam maupun di luar negeri dan pada gilirannya dapat
mempercepat terwujudnya kemandirian bangsa.
4.7 Etika Kerja
Etika
kerja adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh
karyawan perusahaan, termasuk pimpinannya dalam pelaksanaan kerja
sehari-hari. Perusahaan dengan etika kerja yang baik akan memiliki dan
mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran, keterbukaan, loyalitas kepada
perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi kepada stakeholder, kerja sama
yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.
4.8 Hak Hak Kerja
Ada
8 hak kerja, yaitu:
Hak
dasar pekerja dalam hubungan kerja
Hak
dasar pekerja atas jaminan sosial dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan kerja)
Hak
dasar pekerja atas perlindungan
Hak
dasr pekerja atas pembatasan waktu kerja, istirahat, cuti dan libur
Hak
dasar untuk membuat PKB
Hak
dasar mogok
Hak
dasar khusus untuk pekerja perempuan
Hak
dasar pekerja mendapatkan perlindungan atas tindakan PHK
4.9 Hubungan Saling
Mengutungkan
Manajemen
finansial terkait dengan tanggung jawab atas performance perusahaan
terhadap penyandang dana. Hubungan baik dijalin dengan memberikan margin
dan saling memberikan manfaat positif. Adanya balas jasa perusahaan terhadap
investor berbentuk rate of return. Hubungan pertanggung jawaban sebagai
petunjuk konsistensi dan dan konsekuensi yang logis. Hubungan pertanggung
jawaban dilakukan secara layak dan wajar. Prinsip ini menuntut agar semua
pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis,
prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan
suatu win-win situation.
4.10
Persepakatan Penggunaan Data
Dana
yang diperoleh sebuah bisnis perlu dialokasikan dengan tepat.Pengelola
perusahaan mau memberikan informasi tentang rencana penggunaan dana sehingga
penyandang dana dapat mempertimbangkan peluang return dan resiko. Rencana
penggunaan dana harus benar-benar transparan, komunikatif dan mudah dipahami. Semua
harus diatur atau ditentukan dalam perjanjian kerja sama penyandang dana dengan
alokator dana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar