Selasa, 09 Juli 2019

Task 3_Etika Bisnis_BAB 10_Anna Citra Laras

Contoh tentang perilaku bisnis yang melanggar etika (korupsi, pemalsuan, pembajakan, diskriminasi gender, konflik sosial, masalah polusi)


A.    KORUPSI
Korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya didi atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menggunakan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya.
a.       Sebab-Sebab Korupsi
1.      Gaji yang rendah
2.      Kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan
3.      Administrasi yang lamban dan sebagainya.
b.      Faktor Yang memicu Korupsi (BPKP) :
1.      Aspek Individu Pelaku
2.      Sifat Tamak Manusia
3.      Moral yang kuat
4.      Penghasilan yang kurang mencukupi
5.      Kebutuhan hidup yang mendesak
6.      Gaya hidup yang konsumtif
7.      Malas dan tidak mau bekerja
8.      Aspek Organisasi
9.      Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
10.  Tidak adanya kultur organisasi yang benar
11.  Sistem akuntabilitas yang benar kurang memadai
12.  Sistem pengendalian manajemen lemah
13.  Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
14.  Nilai-nilai di komunitas kondusif untuk terjadinya korupsi
15.  Komunitas kurang menyadari sebagai korban utama korupsi
16.  Komunitas kurang menyadari kalau dirinya terlibat korupsi
17.  Komunitas kurang menyadari bahwa korupsi bisa di berantas bila komunitas ikut aktif
18.  Aspek perundang-undangan yang kurang kuat
c.       Akibat Korupsi
1.      Tata Ekonomi
2.      Tata Social Budaya
3.      Tata Politik
4.      Tata Administrasi
d.      Cara Mengatasi Korupsi
·         Preventif
Preventif, merupakan suatu pengendalian sosial yang dilakukan untuk mencegah kejadian yang belum terjadi. Atau merupakan suatu usaha yang dilakukan sebelum terjadinya suatu pelanggaran. Dalam preventif masyarakat atau seseorang diarahkan, dibujuk, atau diingatkan supaya jangan melakukan pelanggaran yang telah disebutkan. Misalnya, Pak Rahman mengingatkan murid-muridnya untuk selalu berbuat sopan santun serta baik kepada semua orang agar tidak terjadi tindakan anarkis. Dalam contoh tersebut dijelaskan bahwa Pak Rahman perlu mengingatkan kepada muridnya selalu berbuat baik. Karena, jika tidak mungkin murid tersebut sudah melakukan tindakan anarkis.

·         Represif
Represif, merupakan suatu pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya suatu pelanggaran. Atau, merupakan usaha-usaha yang dilakukan setelah pelanggaran terjadi. Dalam represif seseorang yang telah melanggar perbuatan akan dihukum ataupun ditangkap oleh polisi dan dijebloskan dalam penjara. Misalnya, seorang siswa ketahuan memakai narkoba saat dijalanan tak lama kemudian datanglah polisi dan kemudian ditangkapnya untuk meminta penjelasan lebih lanjut di kantor polisi. Pada contoh tersebut, seorang polisi menangkap seorang murid yang telah melanggar aturan seperti memakai narkoba. Maka pantaslah bahwa siswa tersebut di tangkap oleh polisi karena telah melanggar aturan.

B.     PEMALSUAN
Tindak pidana kejahatan yang membuat seolah-olah sebuah hal terlihat benar adanya.
a.       Pemalsuan melanggar dua norma dasar :
·         Kebenaran
·         Ketertiban Masyarakat
b.      Bentuk Pemalsuan
1.      Sumpah Palsu
Melakukan hal yang melanggar sumpah dengan sengaja merupakan bentuk pidana. Diatur dalam pasal 242 KUHP
2.      Pemalsuan Uang
Diatur dalam pasal 244 KUHP. Dibagi menjadi dua bentuk :
·         Membikin Secara Meniru
·         Memalsukan


3.      Pemalsuan Materai
Pemalsuan materai merugikan pemerintah karena pembelian materai adalah semacam pajak dan pemalsuan materai berakibat berkurangnya pajak ke kas Negara. Diatur dalam pasal 253 KUHP.
C.    PEMBAJAKAN
Pembajakan merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai macam aktifitas ilegal atau pemalsuan yang berkaitan dengan dunia bisnis.
a.       Alasan Seseorang Melakukan Pembajakan
·         Harga dapat dijual jauh lebih murah di bandingkan aslinya
·         Dampak penyebaran dan perkembangan teknologi yang sangat pesat di dunia
·         Resiko bisnis sangat rendah karena menjanjikan biaya produksi dan overhead yang sangat murah
·         Memiliki pasar potensial yang sangat besar
b.      Beberapa Bentuk Strategi Anti Pembajakan
·         Warning Strategy
Perusahaan pemegang merek asli memberikan peringatan secara aktif  kepada para konsumennya terhadap produk perusahaan tersebut yang dipalsukan.
Contohnya: Pembuat jam tangan terkenal di dunia merek Rolex membuat iklan di the Wall Street Journal yang memberikan pendidikan kepada konsumennya bagaiamana membedakan produk Rolex asli dengan Rolex palsu. Dengan melakukan pendidikan kepada konsumen, maka diharapkan pembelian dan penjualan produk palsu dapat di kurangi karena kesadaran akan bahaya dan kerugian yang ditimbulkan oleh produk palsu tersebut terhadap konsumen dan produsen. Strategi ini dipandang sangat mahal, karena harus di kampanyekan lewat media massa seperti koran atau televisi, tetapi dalam jangka panjang, perusahaan akan mendapatkan profit yang lebih baik.


·         Withdrawal Strategy
Perusahaan pemegang merek asli mengawasi dan memilih secara ketat distributor yang memasarkan produknya di pasar yang dicurigai produk bajakan sangat banyak dijual. Produk- produk di bawah merek ‘Hunting World’ hanya dijual pada 80 pengecer di seluruh dunia. Kasus penjualan kaos merek Dagadu Yogyakarta yang hanya membuka outlet penjualan produknya terbatas, bertujuan untuk memberikan kepastian kepada konsumennya bahwa produk yang dibeli asli.
·         Prosecution Strategy
Perusahaan pemegang merek asli melibatkan tim penyidik yang dibentuk oleh perusahaan sendiri untuk melakukan penyelidikan secara aktif tempat-tempat yang dicurigai sebgai pembuat produk palsu dari perusahaan tersebut. Contoh: perusahaan yang sudah melakukannya, misalnya, Rolex dan Christian Dior. Namun, persoalan di lapangan muncul ketika ada perusahaan yang dicurigai sebagai pembuat produk palsu yang seharusnya dikenai sangsi hukum tetapi karena penegakan hukum diberbagai Negara berbeda, menyebabkan sangsi hukum yang seharusnya dikenakan tersebut tidak terjadi, atau kadang sangsi hukumnya tidak seimbang dengan perbuatan yang dilakukannya.
·         Monitoring Strategy
Perusahaan pemegang merek asli memandang bahwa distributor adalah pemegang kunci penyebaran produk palsu dipasar. Karena itu, pendekatan dengan distributor untuk membangun loyalitas akan lebih efektif dalam menghentikan produk bajakan di pasar. Distributor di dorong untuk memegang peranan aktif dengan cara melaporkan setiap temuan yang mencurigakan terhadap kemungkinan produk palsu. Strategi ini biasanya di ikuti dengan berbagai macam insentif untuk mendorong keaktifan distributor memerangi pembajakan produk. Banyak produk merek terkenal yang bersifat ‘luxury’ atau mewah dan mahal memiliki hubungan dengan pengecer yang memiliki reputasi tinggi dalam hal penjualan produk asli. Dengan reputasinya ini penjual bahkan berani menanggung denda kerugian kalau produk yang dijualnya ternyata palsu, sehingga mereka sangat aktif membantu memerangi produk bajakan karena pada akhirnya akan merugikan mereka (pengecer).
Contoh: Mr. Charles Bogar, seorang pengecer produk mewah di San Farnsisco, berani mengeluarkan uangnya untuk bayar denda sebasar 1,7 juta dollar karena klaim dari pemebelinya bahwa produk yang dijual ada yang palsu (Chaudhry & Walsh 1996).

D.    DISKRIMINASI GENDER
Diskriminasi gender merupakan bentuk ketidakadilan terhadap individu tertentu, dimana bentuknya seperti pelayanan (fasilitas) yang di buat berdasarkan karakteristik yang di wakili oleh individu tersebut. Gender berasal dari bahasa latin berarti tipe atau jenis. Gender adalah sifat dan perilaku yang di lekatkan pada laki-laki dan perempuan yang di bentuk secara sosial maupun budaya.
Bentuk-bentuk Diskriminasi Gender :
·         Pemarginalan posisi dan peran perempuan
·         Subordinasi (wanita ada di bawah pria)
·         Stereotipe-stereotipe
·         Kekerasan dalam berbagai bentuk
·         Beban ganda dalam rumah tangga

E.     KONFLIK SOSIAL
Konflik sosial adalah kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada perbedaan ‘posisi’ yang tidak selaras, tidak cukup sumber, dan/atau tindakan salah satu pihak menghalangi, mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil.




a.       Pendekatan Konflik dalam Masyarakat
·         Pendekatan Konsensus (teori fungsional-struktural)
Pendekatan ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mendefinisikan kejahatan. Pendekatan consensus melihat bahwa masyarakat memiliki satu persepsi atau asumsi yang sama dalam melihat kejahatan.
·         Pendekatan Konflik (teori konflik)
Pendekatan ini melihat bahwa kejahatan merupaka satu istilah yang muncul akibat adanya perbedaan-perbedaan gagasan di masyarakat yang pada dasarnya juga memiliki tingkat dan kelompok kepentingan yang berbeda pula.
b.      Konflik dan Kekerasan
Kekerasan merupakan perbuatan orang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang.
c.       Konflik Bernuansa Kekerasan
·         Konflik Realistik
konflik yang berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap sistem dan tuntunan yang terdapat dalam hubungan sosial, misalnya adanya pemogokan buruh melawan majikanya
·         Konflik Nonrealistik
konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan yang antagonis melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk meredakan tegangan,misalnya upaya mencari kambing hitam yang sering terjadi dalam masyarakat atau balas dendam menggunakan ilmu ghoib.
d.      Faktor Penyebab Konflik


Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, secara umum ada faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya konflik, yaitu:
1.      Perbedaan Individu
2.      Perbedaan Kebudayaan
3.      Perbedaan Kepentingan
4.      Perbedaan Sosial

e.       Fungsi dan Akibat Konflik
Konflik memiliki fungsi positif, yaitu:
Meningkatkan solidaritas sebuah kelompok konflik dengan kelompok tertentu akan melahirkan kohesi dengan kelompok lainnya dalam bentuk aliansi. Konflik dalam masyarakat biasanya akan menggugah warga yang semula pasif untuk kemudian memainkan peran tertentu secara lebih aktif. Konflik juga memiliki fungsi komunikasi.
f.       Cara Mengatasi Konflik
Empat cara pokok yang umumnya dipakai untuk mengelola/mengatasi konflik, yaitu:
1.      Paksaan/Koersi
2.      Arbitrasi
3.      Mediasi
4.      Negosiasi
5.      Masalah Polusi/Pencemaran




F.     MASALAH POLUSI
Pencemaran adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air dan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Upaya-upaya Mengatasi Masalah Lingkungan Hidup
1.      Menerapkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan pada pengelolaan sumber daya alam baik yang dapat maupun yang tidak dapat di perbaharui dengan memperhtikan daya dukung dan daya tampungnya.
2.      Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan dan kerusakan sumber daya alam maka di perlukan penegakan hukum secara adil dan konsisten.
3.      Memberikan kewenangan dan tanggung jawab secara bertahap terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
4.      Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap dapat dilakukan dengan cara membudayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi.
5.      Untuk mengetahui keberhasilan dari pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan penggunaan indikator harus diterapkan secara efektif.
6.      Penetapan konservasi yang baru dengan memelihara keragaman konservasi yang sudah sebelumnya.
7.      Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global.

Sumber : https://desysuryanidns.wordpress.com/2016/01/04/memberikan-contoh-tentang-perilaku-bisnis-yang-melanggar-etika/

Task 3_Etika Bisnis_Bab 9_Anna Citra Laras

Peran Sistem Pengaturan, Good Governance


a.    Definisi Pengaturan
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.
Lydia Harlina Martono
Peraturan merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.
Jadi definisi dari peraturan adalah suatu perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingan umum, tentang apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
B. Karakteristik Good Governance
Dalam hal ini, ada Sembilan karakteristik good governance dari United Nation Development Program (UNDP), yakni :
1.    Partisipasi
Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan. Tujuan utama dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh.
2.    Rule of law
Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994).
3.    Transparansi
Transparansi berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik adalah dalam masalah transparansi sendiri.
4.     Responsif
Responsif berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model pelayanan.                 
5.     Berorientasi pada consensus
Berorientasi pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.
6.     Keadilan
Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali.
7.      Efektif dan efisien
Efektif secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8.    Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain.
9.    Strategic vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.

C.   Commission Of Human Right (Hak Asasi Manusia)
Commission of human right (Hak asasi manusia) adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang hidup, maka bila tidak ada hak tersebut mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi manusia diperoleh/didapat manusia dari Penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuatan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia, karna HAM bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Commission of human right (Hak asasi manusia) ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU tersebut, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
      Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak :
1.    Hidup
2.    Kemerdekaan dan keamanan badan
3.    Diakui kepribadiannya
4.  Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah.
5.    Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
6.    Mendapatkan asylum
7.    Mendapatkan suatu kebangsaan
8.    Mendapatkan hak milik atas benda
9.    Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
10. Bebas memeluk agama
11. Mengeluarkan pendapat
12. Berapat dan berkumpul
13. Mendapat jaminan sosial
14. Mendapatkan pekerjaan
15. Berdagang
16. Mendapatkan pendidikan
17. Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18. Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

D.   Kaitannya Good Governance Dengan Etika Bisnis
1.    Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal  yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2.    Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).  Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest)

Task 3_Etika Bisnis_Bab 8_Anna Citra Laras

Hubungan Perusahaan dengan Stakehoulder, Lintas Budaya dan Pola Hidup, Audit Sosial


1. PENGERTIAN STAKEHOLDER
Definisi stakeholders menurut Freeman (1984) merupakan individu atau kelompok yang bisa mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh organisasi sebagai dampak dari aktivitas-aktivitasnya. Sedangkan Chariri dan Ghazali (2007) mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholders-nya (shareholders, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain).
Mengacu pada pengertian stakeholders diatas, maka dapat ditarik suatu penjelasan bahwa stakeholders dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Secara sederhana stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isi atau rencana. Lembaga-lembaga telah menggunakan istilah stakeholder ini secara luas kedalam proses pengambilan dan implementasi keputusan. Misalnya bilamana isu periklanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam isu periklanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan ,pengelah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan, dan sebagainya.
2. BENTUK-BENTUK STAKEHOLDER
Clarkson membagi stakeholder menjadi dua: Stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
Stakeholder primer, adalah ‘pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
Stakeholder sekunder, didefinisikan sebagai pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan. Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
Sedangkan Kasali dalam Wibisono (2007, hal. 90) membagi stakeholders menjadi sebagai berikut:
Stakeholders Internal dan Stakeholders Eksternal.
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholder). Sedangkanstakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada di luar lingkungan organisasi, seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers, kelompok social responsible investor, licensing partner dan lain-lain.
Stakeholders primer, sekunder dan marjinal.
Tidak semua elemen dalam stakeholders perlu diperhatikan. Perusahaan perlu menyusun skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut stakeholders primer, stakeholders yang kurang penting disebut stakeholders sekunder dan yang biasa diabaikan disebut stakeholders marjinal. Urutan prioritas ini berbeda bagi setiap perusahaan meskipun produk atau jasanya sama. Urutan ini juga bisa berubah dari waktu ke waktu.
Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan. Karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholders tradisional, karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial.


Proponents, opponents, dan uncommitted.
Diantara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents) dan ada yang tidak peduli atau abai (uncommitted). Organisasi perlu mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat permasalahan, menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proposional.
Silent majority dan vokal minority.
Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau dukungannya secara vokal(aktif) namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif).
3. STEREOTYPE, PREJUDICE DAN STIGMA SOSIAL
Stereotype adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok dimana orang tersebut dikategorikan. Prejudice atau prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. Stigma sosial adalah  tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Contoh stigma sosial dapat terjadi pada orang yang memiliki kelainan fisik atau cacat mental, anak diluar pernikahan, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama dan etnis seperti menjadi orang yahudi, afrika dan sebagainya.
4. MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility(CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi atau perusahaan memiliki suatu tanggungjawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mucul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholder perushaan, maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
Tanggung jawab sosial perusahaan dapat didefiniskan sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang dimaksud adalah para shareholder, karyawan, customer,komunitas lokal, pemerintah, LSM dan sebagainya.
5. KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Dalam suatu kenyataan di komunitas Indonesia pernah terjadi malapetaka di daerah Nabire, Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaan cuaca yang kemarau, tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari gambaran ini, tampak bahwa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elit dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka perusahaan dituntut untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder diluar perusahaannya, seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
6. DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggungjawab sosial perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.

Jadi, perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal, disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil.
7. MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesuaian atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut dengan budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosial sebagai suatu kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dan evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambungan. Monitoring yang dilakukan sifatnya jangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluasi tersebut menjadi audit sosial.
Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Audit sosial pada dasarnya adalah sebuah metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu bentuk organisasi dalam hal ini korporat. Berkaitan dengan pelaksanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus menjelaskan terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan, seperti:


Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah organisasi. Dalam hal ini, sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju.
Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disususn sebelumnya.
Bagaimana mengukur dan merekam pokok-pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju. Dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut.
Pelaksanaan auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan mengarahkan berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada. Pada awalnya ia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenyataan sosial yang sedang berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.

Sumber: https://zufasupriyadi.wordpress.com/2014/05/25/hubungan-stakeholder-dengan-organisasi-perusahaan/