Hubungan
Perusahaan dengan Stakehoulder, Lintas Budaya dan Pola Hidup, Audit Sosial
1.
PENGERTIAN STAKEHOLDER
Definisi stakeholders menurut Freeman (1984)
merupakan individu atau kelompok yang bisa mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi
oleh organisasi sebagai dampak dari aktivitas-aktivitasnya.
Sedangkan Chariri dan Ghazali (2007) mengatakan bahwa perusahaan
bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus
memberikan manfaat bagi stakeholders-nya (shareholders, kreditor, konsumen, supplier,
pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain).
Mengacu pada
pengertian stakeholders diatas, maka dapat ditarik suatu penjelasan
bahwa stakeholders dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan
isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Secara sederhana stakeholder sering
dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait
dengan suatu isi atau rencana. Lembaga-lembaga telah menggunakan istilah
stakeholder ini secara luas kedalam proses pengambilan dan implementasi
keputusan. Misalnya bilamana isu periklanan, maka stakeholder dalam hal ini
adalah pihak-pihak yang terkait dalam isu periklanan, seperti nelayan,
masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan ,pengelah
ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan, dan
sebagainya.
2.
BENTUK-BENTUK STAKEHOLDER
Clarkson membagi stakeholder menjadi dua:
Stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
Stakeholder primer, adalah ‘pihak dimana tanpa
partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya
Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan
pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat
didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian
kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak,
tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus
menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
Stakeholder sekunder, didefinisikan sebagai
pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak
terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak
bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa
mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan.
Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok
pendukung, masyarakat.
Sedangkan Kasali dalam Wibisono (2007, hal.
90) membagi stakeholders menjadi sebagai berikut:
Stakeholders Internal
dan Stakeholders Eksternal.
Stakeholders internal adalah stakeholders yang
berada di dalam lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer dan pemegang
saham (shareholder). Sedangkanstakeholders eksternal
adalah stakeholders yang berada di luar lingkungan organisasi,
seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah,
pers, kelompok social responsible investor, licensing partner dan
lain-lain.
Stakeholders primer, sekunder dan
marjinal.
Tidak semua elemen
dalam stakeholders perlu diperhatikan. Perusahaan perlu menyusun
skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut stakeholders primer,
stakeholders yang kurang penting disebut stakeholders sekunder
dan yang biasa diabaikan disebut stakeholders marjinal. Urutan
prioritas ini berbeda bagi setiap perusahaan meskipun produk atau jasanya sama.
Urutan ini juga bisa berubah dari waktu ke waktu.
Stakeholders tradisional
dan stakeholders masa depan. Karyawan dan konsumen dapat disebut
sebagai stakeholders tradisional, karena saat ini sudah berhubungan
dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan
adalah stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan
memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen
potensial.
Proponents,
opponents, dan uncommitted.
Diantara stakeholders ada kelompok yang
memihak organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents) dan ada yang
tidak peduli atau abai (uncommitted). Organisasi perlu
mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat
permasalahan, menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang
proposional.
Silent majority dan vokal minority.
Dilihat dari
aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung
perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau dukungannya
secara vokal(aktif) namun ada pula yang menyatakan
secara silent (pasif).
3.
STEREOTYPE, PREJUDICE DAN STIGMA SOSIAL
Stereotype adalah penilaian terhadap seseorang
hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok dimana orang tersebut
dikategorikan. Prejudice atau prasangka sosial merupakan sikap perasaan
orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan
yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. Stigma sosial
adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan
bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Contoh stigma sosial dapat terjadi
pada orang yang memiliki kelainan fisik atau cacat mental, anak diluar
pernikahan, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama
dan etnis seperti menjadi orang yahudi, afrika dan sebagainya.
4. MENGAPA
PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggungjawab sosial perusahaan
atau corporate social responsibility(CSR) adalah suatu konsep bahwa
organisasi atau perusahaan memiliki suatu tanggungjawab terhadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)
mucul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari
setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa
memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring
dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholder perushaan, maka
konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
Tanggung jawab sosial perusahaan dapat
didefiniskan sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan
memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari
keuntungan. Stakeholder yang dimaksud adalah para shareholder,
karyawan, customer,komunitas lokal, pemerintah, LSM dan sebagainya.
5. KOMUNITAS
INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Dalam suatu kenyataan di komunitas Indonesia
pernah terjadi malapetaka di daerah Nabire, Papua. Bahwa komunitas Nabire
mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaan cuaca yang kemarau, tanah
tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini. Kondisi ini mendorong
pemerintah untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari gambaran ini, tampak
bahwa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elit dalam memahami pola hidup
komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka perusahaan
dituntut untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan
stakeholder diluar perusahaannya, seperti komunitas lokal atau kelompok sosial
yang berbeda pola hidup.
6. DAMPAK
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggungjawab sosial perusahaan apabila
dilaksanakan dengan benar akan memberikan dampak positif bagi perusahaan,
lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku
kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga
kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang
secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu
waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi
masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada
lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan
menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.
Jadi, perusahaan akan mempunyai dampak positif
bagi kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan terpeliharanya lingkungan
dan semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang lain sehingga akan
menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para penentang
pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara formal
berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal,
disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil.
7. MEKANISME
PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para
karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan
kesesuaian atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut dengan budaya yang
dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut
berbentuk audit sosial sebagai suatu kesimpulan dari monitoring dan evaluasi
yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dan evaluasi terhadap tingkah laku
anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh
perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambungan. Monitoring yang dilakukan
sifatnya jangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota
perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka
panjang. Hal dari evaluasi tersebut menjadi audit sosial.
Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran
karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang
mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang
baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan
status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang
bersangkutan.
Audit sosial pada dasarnya adalah sebuah
metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu bentuk organisasi dalam hal ini
korporat. Berkaitan dengan pelaksanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan
atau organisasi harus menjelaskan terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas
yang harus dijalankan, seperti:
Aktivitas apa saja yang harus dilakukan
sebagai sebuah organisasi. Dalam hal ini, sasaran apa yang menjadi pokok dari
perusahaan yang harus dituju.
Bagaimana cara melakukan pencapaian dari
sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan yang mengacu pada
suatu pola dan rencana yang sudah disususn sebelumnya.
Bagaimana mengukur dan merekam pokok-pokok
yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju. Dalam hal ini
keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut.
Pelaksanaan auditor sosial yang berpengalaman
biasanya akan bekerja mengukur dan mengarahkan berjalannya sebuah organisasi
berdasarkan pada visi dan misi yang ada. Pada awalnya ia membantu dalam
memberikan segala keterangan tentang berjalannya sebuah organisasi berkaitan
dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai dan
kemudian juga merekam kenyataan sosial yang sedang berjalan dan bagaimana
prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada
dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota-anggotanya dipakai untuk
merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada
kebudayaan yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar